3 UTS-3 My Stories for You
UTS 3 - My Stories For You
Story 1 — Langkah yang Tidak Sempurna
Waktu itu aku membaca kisah tentang seorang pelari dari Tanzania bernama John Stephen Akhwari.
Dia ikut lomba maraton di Olimpiade Meksiko tahun 1968.
Awalnya semua berjalan lancar, sampai di tengah lomba, dia jatuh. Lututnya luka parah, bahunya terbentur aspal.
Kebanyakan orang pasti berhenti, kan? Tapi Akhwari tidak.
Dengan kaki pincang dan perban yang sudah penuh darah, dia terus berjalan.
Bukan berlari cepat, tapi langkah-langkah kecil, pelan, tapi terus maju.
Saat dia akhirnya masuk stadion, langit sudah gelap, penonton tinggal sedikit. Tapi orang-orang yang masih ada berdiri memberi tepuk tangan.
Waktu ditanya kenapa dia tidak menyerah, jawabannya cuma satu:
“Negaraku tidak mengirimku sejauh ini untuk memulai lomba. Mereka mengirimku untuk menyelesaikannya.”
Aku membaca kalimat itu dan diam cukup lama.
Kadang kita gampang banget nyerah — karena lelah, karena malu, atau karena merasa nggak bisa sebaik orang lain.
Padahal mungkin, yang penting bukan siapa yang paling cepat sampai, tapi siapa yang nggak berhenti di tengah jalan.
Cerita Akhwari bikin aku sadar: setiap langkah punya nilai, bahkan yang paling pelan sekalipun.
Selama kita terus bergerak, kita masih di jalur yang benar.
Story 2 — Gadis di Kursi Roda dan Langit yang Tak Pernah Rendah
Namanya Deepa Malik, perempuan asal India yang sejak muda harus duduk di kursi roda karena lumpuh dari dada ke bawah.
Buat kebanyakan orang, hidupnya sudah ditentukan — tidak bisa bergerak banyak, tidak bisa melakukan hal-hal seperti orang lain.
Tapi Deepa nggak mau hidupnya selesai begitu saja.
Dia punya mimpi: jadi atlet.
Kedengarannya gila, bahkan orang-orang di sekitarnya menertawakan. Tapi Deepa tetap latihan setiap hari.
Kadang jatuh, kadang sakit, tapi dia nggak berhenti.
Sampai akhirnya, di usia 45 tahun, dia mewakili India di Paralimpiade Rio 2016 dan memenangkan medali perak untuk tolak peluru.
Ketika diwawancara, dia bilang,
“Saya tidak melawan tubuh saya. Saya melawan rasa takut yang membuat saya berhenti bermimpi.”
Aku suka banget kalimat itu.
Karena sering kali, yang bikin kita berhenti bukan kekurangan kita, tapi rasa takut kita sendiri.
Deepa ngingetin aku bahwa nggak perlu nunggu semuanya sempurna buat mulai sesuatu.
Kadang, justru dari keterbatasan itu, muncul kekuatan yang paling besar.
Cerita Deepa bikin aku mikir: hidup itu bukan tentang apa yang kita punya, tapi tentang apa yang kita berani lakukan dengan apa yang kita punya.
Catatan Kecil
Dua cerita ini punya satu benang merah: jangan berhenti.
Akhwari terus berjalan walau pincang. Deepa terus berjuang walau tak bisa berdiri.
Mereka sama-sama menunjukkan bahwa manusia bisa luar biasa kalau punya hati yang kuat.
Kadang aku juga takut, ragu, atau merasa nggak cukup. Tapi setiap kali ingat kisah mereka, aku jadi sadar — nggak apa-apa jalan pelan, asal jangan berhenti.
Karena mungkin, langkah kecil yang kita ambil hari ini, suatu saat bisa jadi cerita besar juga.